Rabu, 08 April 2009

Bocah Penjemput Jariyah


Dua anak itu berjalan mendekati penumpang kereta di stasiun KA Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Jaksel. Mereka membawa kaleng kerupuk yang telah beralih fungsi dengan label "Amal Jariyah". Anak berusia sekitar 9 tahunan ini dengan ceria mendekati penumpang KA yang tengah duduk di bangku bakso stasiun. Namun, kala mereka mendekatiku, kedua anak ini agak ragu karena melihat kameraku...
Satu anak kabur, sementara satunya lagi mendekat malu-malu. Jepret...jepret..kuambil foto anak itu dua kali. Keinginan untuk berbincang pun hilang. Buru-buru aku mengeluarkan uang ribuan dan kumasukkan ke dalam kaleng sedekah itu. Anak itupun setengah lari segera berlalu, takut wajahnya kena blitz kameraku lagi.
Dua bocah ini adalah satu dari sekian banyak anak yang harus mencari uang untuk membantu membiayai kehidupannya. Tiap pagi, rombongan anak usia 7 hingga 11 tahun membawa kaleng kotak amal jariyah melintas di jalanan Lenteng Agung. Mereka menjadi agen amal dari salah satu musholla di Lenteng Agung.
Selepas menyelesaikan tugasnya, siang hari, mereka masuk sekolah. Ada juga yang masuk sekolah pagi, dan sore hari menjadi agen amal. Yang menjadi pertanyaan, mengapa anak-anak kecil yang dipilih untuk bekerja menjemput jariyah. Yang menjadi pertanyaan juga, mengapa praktek 'jemput bola' ini kian marak sekarang. Apakah kesadaran beramal kita sedemikian buruknya? Sampai diperlukan agen amal di jalanan. Atau adakah keuntungan lain di balik praktek jemput jariyah? Entahlah... wallohu a'lam

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Ni anak yg difoto dan ditulis kisahnya kemarin dikasih duit amal jariyahnya gak? Hehehe.. Tulisan yg ringan tp menggugah...